Diagnosa Organisasi: Coordination, Capacity, and Competency (Bagian 3)

Halo para pembaca! Setelah sekian lama tidak menulis karena kesibukan dengan keluarga, kali ini saya akan meneruskan pembahasan kita tentang diagnosa organisasi. Tulisan ini meneruskan tulisan sebelumnya, yaitu diagnosa organisasi dari sisi strategic management dan process management.  Sesuai dengan framework Organization Effectiveness ini:

Tulisan ini akan membahas diagnosa organisasi dari sisi struktur, kompetensi, serta produktivitas.

1. Coordination Management

strategic-hcc

Esensi dari organisasi adalah adanya koordinasi antar bagian dalam creating value, dalam bentuk struktur organisasi. Struktur organisasi merupakan penggambaran bagaimana pembagian tugas dilakukan di dalam organisasi. Seperti kasus yang pernah saya tuliskan pada artikel terdahulu, salah satu permasalahan dapat timbul terkait struktur adalah apabila terdapat ketidakjelasan peran seorang karyawan di dalam organisasi. Untuk itu, pertanyaan-pertanyaan yang diberikan pada saat melakukan diagnosa organisasi terkait dengan struktur organisasi adalah sebagai berikut:

Aspek kelengkapan dan kejelasan tugas

  1. Apakah fungsi-fungsi serta perannya sudah sesuai dengan business model dan value proposition perusahaan?
  2. Apakah seluruh bisnis proses telah terbagi secara merata kepada fungsi-fungsi yang ada dalam organisasi? Apakah peran setiap fungsi dan jabatan terkait sebuah proses sudah balanced?
  3. Apakah setiap fungsi dan pekerjaan memiliki tujuan yang jelas dan dipahami oleh pemangku jabatan?
  4. Apakah setiap fungsi dan jabatan memiliki kejelasan akan wewenang dalam pengambilan keputusan yang dimilikinya dan dipahami oleh para pemangku jabatannya?
  5. Apakah setiap fungsi dan jabatan memiliki kejelasan jalur pelaporan dan koordinasi dengan jabatan lainnya dalam organisasi?
  6. Apakah setiap fungsi dan jabatan memiliki ukuran keberhasilan (KPI) yang jelas serta dipahami oleh pemangku jabatannya?

Aspek kecepatan

  1. Apakah desain struktur organisasi menyebabkan silo-silo dalam organisasi sehingga menghambat kerjasama antar fungsi?
  2. Apakah desain pengambilan keputusan menyebabkan proses pengambilan keputusan lambat?

Aspek Kesesuaian tugas dengan “harga” yang dibayarkan kepada pemangku jabatannya.

  1. Apakah tugas setiap pekerjaan memiliki job value yang sesuai? Sesuai atau tidak dapat dilihat dari proses job evaluation dengan level pemangku jabatan saat ini. Contoh yang tidak sesuai: Pekerjaan seorang general manager, tapi lebih banyak melakukan pekerjaan administratif dan cenderung repetitif. Efeknya? Kemahalan! Perusahaan di sini “merugi” karena membayar seorang general manager, yang seharusnya cukup seorang admin (kasus ini mungkin terlalu ekstrim, tapi sering ditemukan juga pekerjaan yang levelnya manajerial atau supervisory, tapi pekerjaannya sangat administratif). Selain kemahalan, efek lainnya adalah potensi berkurangnya tingkat kepuasan karyawan pemangku jabatan tersebut. Baik ketinggian maupun kerendahan, keduanya memberikan efek buruk. Bila ketinggian, pemanggu jabatan akan merasa “terhina” dan bisa saja segera meninggalkan organisasi untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan levelnya. Ini mungkin saja buruk, tapi lebih buruk lagi ternyata ada pemangku jabatan yang justru nyaman dengan posisi kemahalannya. Tentu saja ini merugikan perusahaan. Efek lainnya masalah atmosfer lingkungan kerja. Pasti pernah menemukan ada kasak kusuk para karyawan yang bilang “kerjaannya gitu doank gajinya besar!”. Nah… inilah bahayanya kita salah menentukan level yang tidak sesuai dengan pekerjaannya.
  2. Naming convention, sesuai kah? Jangan sampai kita memberikan nama jabatan yang tidak sesuai dengan market. Pekerjaan analyst, kita beri nama Manager. Nama jabatan ini tentu saja “menipu”, walaupun ternyata secara “harga” sudah sesuai dengan market. Untuk menghindari ini, kita dapat menggunakan benchmark position dari beberapa konsultan terkenal seperti mercer atau Hay (maaf bukan promosi).
Dilbert on structure

3. Capacity Management

Selain mendiagnosa efektivitas struktur organisasi, kita diagnosa kecukupan jumlah karyawan dibandingkan dengan kebutuhan organisasi.  Cara paling sederhana adalah melihat apakah terjadi proses lembur yang berlebihan pada jabatan tertentu. Atau sebaliknya, apakah ada karyawan pada jabatan tertentu yang terlihat kurang loading.

Diagnosa yang lebih advance dapat dilakukan dengan melakukan workload analysis atau melakukan work sampling. Metode workload analysis merupakan metode untuk melihat kebutuhan manpower (atau istilah lainnya adalah Full Time Equivalent) untuk menjalankan serangkaian pekerjaan. Setelah didapat angka FTE, baru dibandingkan dengan ketersediaan manpower saat ini, apakah over atau under load. Metode yang lebih sederhana untuk dilakukan adalah dengan work sampling. Namun metode ini hanya melihat berapa % waktu efektif bekerja seorang incumbent.

Dalam proses melaukan Work Load Analysis dapat dilakukan sekalian dengan melakukan pemetaan dan review proses yang dijalankan, sekaligus juga bagaimana pembagian tugas dan koordinasi yang akan membentuk struktur organisasi yang efektif.

Dilbert on productivity

3. Competency Management

Competency management merupakan proses yang menjebatani antara struktur dengan proses people development. Sebelum karyawan di-training dibutuhkan standard kompetensi yang dilandasi oleh tugas dan tanggung jawab sebuah jabatan. Apabila hasil dari diagnosa kapabilitas organisasi ternyata masih belum sesuai kebutuhan, perlu dicek apakah karyawan tersebut telah di-develop? Apabila belum, apakah sudah ada development program? Bila belum, kita cek terlebih dahulu, apakah sudah ada standard kompetensi yang mendasari development program?

Apabila jawabannya belum, sudah jelas bahwa akar masalahnya adalah kita belum punya standard kompetensi organisasi. Bagaimana kita dapat mendevelop karyawan apabila kita sendiri belum memililki standardnya?

core competency

Proses yang paralel

Diagnosa organsiasi dari sisi struktur, produktivitas, dan kompetensi dilakukan secara paralel. Kita dapat melakukannya dari struktur, atau dari produktivitas, atau dari kompetensi terlebih dahulu. Satu dan lainnya sangat terkait, sehingga ketika melakukan diagnosa, perlu dicek kesesuainnya dengan yang lain. Sebagai contoh, ketika melakukan diagnosa produktivitas, dan didapat ternyata karyawan tertentu terliat sangat overload, sebelum menyalahkan struktur atau proses yang tidak efektif, perlu dicek juga apakah karyawan ybs sudah memiliki kompetensi yang dibutuhkan atau tidak.

Untuk selanjutnya, kita akan melihat, bagaimana kita mendiagnosa budaya dan change management di dalam organisasi. So, stay tuned with noblegrey.net, and stay being strategic thinker!

3 respons untuk ‘Diagnosa Organisasi: Coordination, Capacity, and Competency (Bagian 3)

Add yours

Tinggalkan komentar

Buat situs web atau blog di WordPress.com

Atas ↑