Kisah Dzulkarnain
Kisah Dzulkarnain, yang terdapat dalam surat Al-Kahfi ayat 83-99 dalam Al-Quran, adalah kisah tentang seorang pemimpin yang bijaksana dan kuat. Dzulkarnain dianggap sebagai sosok pemimpin yang terkenal karena sifat-sifat kepemimpinannya yang luar biasa.
Dalam kisah ini, Dzulkarnain melakukan perjalanan ke berbagai wilayah, menaklukkan dan membangun tembok pembatas yang kuat untuk melindungi masyarakat dari ancaman Yajuj dan Majuj, dua suku yang merusak dan merampok wilayah-wilayah. Dia juga menjalani perjalanan ke timur dan barat, mendapati berbagai macam komunitas dan peradaban.
Salah satu momen penting dalam kisah ini adalah ketika Dzulkarnain tiba di wilayah yang berpenduduk dan diminta bantuan oleh mereka untuk melawan Yajuj dan Majuj yang merusak. Dzulkarnain memilih untuk membantu dengan membuat tembok (benteng) besar yang sangat kuat untuk melindungi masyarakat. Dia menggunakan besi dan tembaga untuk membangun tembok tersebut, dan dengan bantuan Allah, tembok tersebut menjadi tak tertembus.
Ternyata dari kisah tersebut, kita bisa mendapatkan hikmah kepemimpinan yang hebat lho!
Pemimpin itu adil
QS 18: 86 – 88
- “hingga apabila dia telah mencapai tempat terbenam matahari, dia menjumpai matahari terbenam dalam genangan lumpur hitam (yang berbau busuk), dan dia mendapati (di sana) segolongan manusia. Kami berkata: ‘Hai Zulkarnain, baik kamu menyiksa (orang-orang) atau (kah) kamu berbuat baik kepada mereka?'”
- “Dia berkata: ‘Amat buruk orang yang berlaku zalim pada hari ini. Nanti Kami siksa dia (dengan siksaan) yang pedih, (kemudian) Kami kembalikan dia kepada Tuhannya, maka Dia mengazab dia dengan azab yang sangat keras.”
- “Adapun orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, maka mereka memperoleh pahala yang baik (syafa’ah).”
Kisah Dzulkarnain dalam Al-Quran secara jelas mengilustrasikan prinsip bahwa seorang pemimpin harus adil dalam tindakan dan keputusannya. Adil adalah menempatkan sesuatu sesuai dengan tempatnya. Pemimpin yang adil adalah mereka yang tidak memihak kepada satu pihak dan tidak memanfaatkan kedudukannya untuk kepentingan pribadi. Mereka berpegang pada prinsip-prinsip keadilan dan mengambil tindakan yang merata, tidak mengabaikan hak-hak individu atau kelompok tertentu. Sikap adil seorang pemimpin menciptakan kepercayaan di antara masyarakat yang dipimpinnya dan memastikan bahwa kebijakan dan keputusan yang diambilnya memberikan manfaat yang seimbang bagi semua pihak.
Dalam keseluruhan, kisah Dzulkarnain dan kutipan dari ayat tersebut merupakan pengingat penting bahwa kepemimpinan yang adil adalah prasyarat bagi sebuah masyarakat yang berkeadilan. Pemimpin yang berpegang teguh pada nilai-nilai keadilan akan membawa kesejahteraan dan harmoni bagi masyarakat yang dipimpinnya, sebagaimana yang dicontohkan oleh Dzulkarnain dalam kisahnya dalam Al-Quran.
Pemimpin itu membawa solusi
Hal penting lainnya yang saya pelajari dari kisah Dzulkarnain adalah kemampuan untuk memecahkan masalah. Seorang pemimpin harus bisa mengidentifikasi masalah, memahami akar permasalahan, dan mencari solusi yang tepat. Dzulkarnain tidak hanya menyelesaikan masalah yang diajukan oleh orang-orang, tetapi dia juga mencari tahu bagaimana masalah itu benar-benar berdampak pada masyarakatnya.
Kunci di sini adalah pemahaman yang mendalam tentang masalah dan fokus pada solusi terbaik. Pemimpin harus bersedia untuk menyelidiki masalah, melibatkan diri secara aktif dalam proses penyelesaian, dan tidak hanya mengandalkan permintaan pengikutnya. Ini menunjukkan bahwa seorang pemimpin harus memiliki kepekaan terhadap kondisi di sekitarnya dan tidak boleh memperlakukan masalah dengan cara sepele.
a. Identifikasi Masalah Secara Tepat
Sebagai seorang pemimpin, langkah pertama yang diambil oleh Dzulkarnain adalah mengidentifikasi masalah secara tepat. Ia tidak hanya mempercayakan masalah kepada orang lain atau mengabaikannya. Sebaliknya, ia secara aktif mencari tahu apa masalahnya dan menggali informasi lebih lanjut tentang permasalahan tersebut.
Sebagai pemimpin, penting bagi kita untuk tidak hanya mengandalkan informasi yang tersedia, tetapi juga melakukan penelitian dan investigasi lebih lanjut dengan cara langsung turun ke tempat masalah (genba) untuk memahami masalah dan penyebabnya secara tepat. Ini akan membantu kita dalam mengambil tindakan yang tepat dan efektif.
b. Pahami Dampaknya pada Pengikut
Dzulkarnain juga memahami bahwa masalah yang ia hadapi tidak hanya berdampak pada dirinya sendiri, tetapi juga pada masyarakat yang dipimpinnya. Pemimpin yang baik harus peka terhadap konsekuensi dari tindakan mereka terhadap pengikutnya. Ini adalah tanda kepemimpinan yang bertanggung jawab.
Sebagai pemimpin, kita harus mempertimbangkan bagaimana keputusan dan tindakan kita akan memengaruhi kehidupan dan kesejahteraan orang-orang yang kita pimpin. Ini memerlukan empati dan pemahaman yang mendalam tentang kebutuhan dan aspirasi mereka.
c. Solusi Terbaik, Bukan Sekedar Memenuhi Permintaan
Di dalam kisah tersebut, masyarakat hanya meminta dibuatkan dinding, tapi Dzulkarnain justru membuatkan dinding yang lebih kuat seperti benteng. Dzulkarnain tidak hanya memberikan solusi yang sederhana atau memenuhi permintaan yang diajukan oleh orang-orang. Dia mencari solusi terbaik yang akan mengatasi masalah secara efektif dan berkelanjutan. Ini menunjukkan bahwa seorang pemimpin harus berpikir jauh ke depan dan tidak hanya berfokus pada pemecahan masalah jangka pendek.
Sebagai pemimpin, kita harus berkomitmen untuk mencari solusi yang akan memberikan manfaat jangka panjang dan memperbaiki kondisi secara keseluruhan. Hal ini melibatkan analisis mendalam, pertimbangan yang matang, dan kreativitas dalam mencari solusi yang efektif.
Pemimpin itu memiliki pengetahuan sebagai modal utama
QS 18: 84 – 85
- “Sesungguhnya Kami telah menjadikan dia berkuasa di muka bumi, dan Kami telah memberikan kepadanya segala sesuatu (yang diperlukan) sebagai sarana (keberhasilan).”
- “Maka dia pun mengikuti suatu jalan,”
Dalam peran sebagai pemimpin, pengetahuan adalah modal utama. Dzulkarnain dalam kisahnya memiliki pengetahuan yang luas, baik tentang dunia fisik maupun spiritual. Beliau tidak hanya mengandalkan kekuasaan dan kekayaan, tetapi juga pemahaman yang mendalam tentang dunia dan kebijaksanaan yang diperoleh melalui pengalaman.
Pengetahuan bukan hanya tentang memiliki banyak informasi, tetapi juga tentang bagaimana kita mengaplikasikannya. Seorang pemimpin harus mampu mengambil pengetahuan yang dimiliki dan menjalankannya dengan bijak untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Pengetahuan menjadi alat yang efektif ketika digunakan dengan cara yang tepat.
Perlu disadari bahwa pengetahuan yang dimiliki oleh seorang pemimpin adalah anugerah dari Allah. Dengan demikian, walaupun memiliki pengetahuan yang luas, tapi seorang pemimpin harus tetap rendah hati dengan menyadari bahwa pengetahuan yang dimilikinya adalah amanah dari Allah untuk menjadi manfaat bagi pengikutnya. Dengan menyadari ini adalah amanah, seorang pemimpin akan mempertanggungjawabkan ilmu yang dimilikinya, dengan cara memanfaatkannya sebaik-baiknya.
Pemimpin itu berkolaborasi dengan pengikutnya
QS 18: 94 – 95
- “Mereka berkata: ‘Hai Zulkarnain, sesungguhnya Yajuj dan Majuj itu mengacaukan (membuat kerusakan) di muka bumi, maka bolehkah kami memberikan sedekah kepadamu (supaya kamu membangun tembok) di antara kami dan mereka?'”
- “Dia berkata: ‘Apa yang telah diberikan kepadaku oleh Tuhanku lebih baik (daripada sedekahmu), maka bantulah aku dengan (tenaga) kalian (supaya aku dapat membuat tembok) di antara kamu dan mereka,'”
Dzulkarnain dalam kisahnya tidak hanya memerintah tanpa memperhatikan kebutuhan atau kontribusi pengikutnya. Sebaliknya, dia bekerja sama dengan mereka. Pemimpin harus mampu menginspirasi, memotivasi, dan memimpin dengan contoh yang baik. Ini berarti pemimpin harus bekerja sama dengan pengikutnya, memahami kekuatan dan kelemahan mereka, dan memberikan peran yang sesuai.
Penting untuk diingat bahwa seorang pemimpin bukan hanya tentang hasil akhir, tetapi juga tentang membangun hubungan yang kuat dengan pengikutnya. Ini berarti mengenali bahwa setiap individu memiliki peran dan kontribusi yang berbeda dalam mencapai tujuan bersama. Seorang pemimpin harus fokus pada kekuatan kolektif timnya dan bukan hanya pada pencapaian pribadi.
Dzulkarnain juga terlibat secara aktif dalam proses penyelesaian masalah. Dia tidak hanya memberikan perintah kepada orang lain untuk menyelesaikan masalah tersebut, tetapi dia turut serta dalam tindakan tersebut. Ini mencerminkan prinsip kepemimpinan yang adil dan terlibat.
a. Tidak Transaksional dengan Pengikutnya
Dari kisah Dzulkarnain ini, saya mendapat hikmah bahwa hubungan antara pemimpin dan pengikut yang baik tidaklah transaksional. Dzulkarnain mengajarkan kepada kita konsep kepemimpinan transformasional, di mana terjadi perkembangan sebagai hasil dari interaksi pemimpin dan pengikutnya. Di sini Dzulkarnain mengajak pengikutnya berpartisipasi untuk memecahkan masalah. Di sini dia juga tidak hanya sekedar memerintah pengikutnya, tapi juga ikut terlibat.
b. Bekerja Sama dan Berbagi Beban
“(Dia berkata kepada mereka): ‘Bawalah kepadaku potongan besi,’ hingga apabila telah meratakan (potongan besi) antara kedua sisinya, dia berkata: ‘Tiupkanlah atasnya,’ hingga (besi itu) menjadi bara, lalu dia berkata: ‘Berilah aku tembaga (yang cair) supaya aku tumpangkan di atasnya (besi itu).'”
QS 18:96
Sebagai pemimpin, tidak seharusnya tugas utama hanya berada di pundak pengikut. Sebaliknya, pemimpin dan pengikutnya seharusnya bekerja sama sebagai tim. Bagian yang paling berat mungkin harus diemban oleh pemimpin, tetapi ini tidak berarti bahwa pengikutnya harus diabaikan.
Seorang pemimpin yang baik akan membagi beban tugas dan tanggung jawab dengan adil, memanfaatkan kekuatan dan potensi dari setiap anggota tim. Ini menciptakan hubungan yang seimbang dan saling menguntungkan antara pemimpin dan pengikutnya.
3. Fokus pada Kekuatan Pengikutnya
Pemimpin yang efektif mengenali bahwa kekuatan organisasi atau timnya terletak pada individu-individu yang membentuknya. Oleh karena itu, fokus pemimpin seharusnya bukan hanya pada hasil akhir, tetapi juga pada perkembangan dan pemberdayaan pengikutnya. Pemimpin harus membantu pengikutnya untuk berkembang, memperkuat keterampilan, dan merasa dihargai.
Dengan memberikan perhatian kepada pengikutnya, pemimpin dapat memotivasi mereka untuk berkinerja lebih baik dan merasa lebih terlibat dalam mencapai tujuan bersama. Ini menciptakan iklim kerja yang sehat dan produktif.
Penutup
Kisah Dzulkarnain dalam Al-Quran mengajarkan saya bahwa kepemimpinan adalah tugas yang kompleks dan penuh tantangan. Untuk menjadi pemimpin yang efektif, kita haruslah adil, memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah, memanfaatkan pengetahuan dengan bijak, dan bekerja sama dengan pengikut kita sehingga kita bertumbuh bersama mereka. Semoga kita dapat mengambil inspirasi dari kisah ini dalam perjalanan kita sebagai pemimpin.
Terima kasih sudah membaca, sahabat pemimpin! Semoga kita semua dapat menjadi pemimpin yang lebih baik dan menginspirasi orang-orang di sekitar kita.

Tinggalkan komentar