Kamu jago membuat judgment yang tepat, atau kamu orang yang judgmental?

Susan adalah seorang manager di sebuah perusahaan multinational yang karirnya sedang melesat. Dia selalu mengandalkan kemampuannya dalam mengambil keputusan cepat di berbagai situasi kehidupan. Susan sangat bangga dengan kelebihannya ini. Dia merasa bahwa hal tersebut membuatnya menjadi pribadi yang sangat efisien. Dia juga produktif dalam menjalani hari-harinya. Dia selalu merasa bahwa kemampuannya ini adalah aset berharga yang membantunya mengatasi berbagai tantangan dengan cepat dan tepat.

Namun, tanpa Susan sadari, sikap yang dia anggap sebagai kelebihan ini ternyata mulai menimbulkan masalah dalam lingkungan sosialnya. Perlahan tapi pasti, teman-teman dekatnya dan rekan-rekan kerjanya mulai menjaga jarak. Mereka merasa tidak nyaman dengan cara Susan yang selalu cepat dalam membuat penilaian. Suasana di sekitar Susan menjadi semakin canggung, namun dia masih belum menyadari akar permasalahannya.

Hingga suatu hari, salah satu sahabat terdekat Susan akhirnya memberanikan diri untuk berbicara jujur. Dengan hati-hati, sahabatnya berkata, “Susan, aku ingin berbicara sesuatu yang penting denganmu. Apakah kamu menyadari bahwa seringkali sikapmu itu terkesan judgmental? Maksudku, kamu sering terlihat terlalu cepat dalam menilai orang lain atau situasi tertentu.”

Mendengar hal ini, Susan terkejut bukan main. Dia tidak pernah sekalipun menganggap dirinya sebagai orang yang suka menghakimi atau bersikap judgmental terhadap orang lain. Dalam benaknya, dia hanya berusaha untuk efisien dan produktif. Namun, perkataan sahabatnya ini membuatnya mulai merenung dan mengintrospeksi diri.

Setelah beberapa saat merenungkan feedback yang dia terima, Susan mulai menyadari bahwa mungkin ada benarnya juga. Dia mulai memahami bahwa keputusan-keputusan cepat yang selama ini dia banggakan seringkali didasarkan pada asumsi-asumsi dangkal. Tanpa disadari, dia sering membuat penilaian tanpa benar-benar memahami konteks yang lebih luas dari situasi atau orang yang dia nilai.

Kisah Susan ini membawa kita ke sebuah topik yang sangat menarik dan penting untuk kita pahami dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Topik ini adalah tentang perbedaan antara judgment (penilaian) dan judgmental (menghakimi). Dua hal ini mungkin terdengar mirip. Tapi sebenarnya memiliki perbedaan yang sangat signifikan. Mereka dapat berdampak besar pada hubungan kita dengan orang lain.

Tulisan ini terinspirasi dari buku “Strategic: The Skill to Set Direction, Create Advantage, and Achieve Executive Excellence”. Dalam salah satu bab buku tersebut, dijelaskan bahwa untuk menjadi seorang yang mampu berfikir strategik, seseorang harus memiliki mental toughness. Salah satu aspek penting dari mental toughness ini adalah kemampuan untuk melakukan observasi tanpa bersikap judgmental (non-judgmental observation). Namun, di sisi lain, seorang pemimpin juga dituntut untuk dapat mengambil keputusan yang tepat. Ini berarti harus memiliki kemampuan judgment yang baik. Inilah yang sering kali membuat orang bingung: bagaimana membedakan antara membuat judgment yang diperlukan dengan bersikap judgmental? Perbedaan ini sangat penting untuk dipahami, karena dapat mempengaruhi efektivitas kita sebagai pemimpin dan kualitas hubungan kita dengan orang lain.

Yuk, mari kita mulai mengupas topik ini lebih dalam! Kita akan menjelajahi apa itu judgment dan apa itu judgmental. Kita juga akan membahas bagaimana membedakan keduanya. Selain itu, akan dibahas bagaimana kita bisa menghindari sikap judgmental yang dapat merusak hubungan kita dengan orang lain. Dengan memahami perbedaan ini, kita bisa menjadi pribadi yang lebih bijak dan empatik. Kita juga akan mampu membangun hubungan yang lebih baik dengan orang-orang di sekitar kita.

Apa itu Judgment?

Judgment, dalam bahasa Indonesia bisa diartikan sebagai “penilaian”, adalah kemampuan kita untuk membuat keputusan. Ini juga berarti membuat penilaian berdasarkan informasi yang kita miliki. Ini adalah keterampilan yang sangat penting dalam hidup kita. Misalnya, kita menggunakan judgment ketika memilih makanan yang sehat. Kita juga menggunakan judgment ketika memutuskan rute tercepat ke kantor. Judgment digunakan saat menilai apakah seseorang bisa dipercaya atau tidak.

Judgment yang sehat didasarkan pada fakta, pengalaman, dan pertimbangan yang matang. Ini membantu kita mengambil keputusan yang baik dan menjalani hidup dengan lebih efektif.

Lalu, Apa itu Judgmental?

Nah, judgmental itu beda lho dengan judgment. Kalau seseorang disebut judgmental, artinya dia cenderung menghakimi orang lain. Dia menilai segala sesuatu sebagai baik atau buruk. Sering kali tanpa informasi yang cukup atau tanpa mempertimbangkan konteks situasi. Orang yang judgmental biasanya cepat membuat kesimpulan negatif tentang orang lain dan sulit untuk berempati.

Contohnya, misalkan kita melihat seseorang yang berpakaian sederhana di mal mewah. Orang yang judgmental mungkin langsung berpikir, “Pasti dia nggak mampu beli apa-apa di sini” atau “Ngapain sih dia ke sini?”. Padahal kita nggak tahu cerita di baliknya, kan?

Akibat Menjadi Orang yang Judgmental

Jadi orang yang judgmental itu sebenernya bisa berdampak buruk, baik buat diri sendiri maupun orang lain. Ini akibatnya:

  1. Hubungan sosial jadi terganggu: Orang-orang biasanya nggak nyaman berada di sekitar orang yang judgmental. Akibatnya, kita bisa kehilangan teman atau kesulitan membuat hubungan baru.
  2. Stress meningkat: Selalu menilai orang lain secara negatif itu melelahkan lho! Bisa bikin kita jadi stress dan nggak bahagia. Ternyata menjadi diri yang judgmental itu justru banyak merugikan diri sendiri.
  3. Kehilangan kesempatan belajar: Kalau kita selalu menghakimi, kita jadi nggak terbuka sama perspektif baru. Padahal banyak hal menarik yang bisa kita pelajari dari orang lain.
  4. Self-esteem menurun: Sering kali, orang yang judgmental terhadap orang lain juga keras terhadap dirinya sendiri. Ini bisa menurunkan rasa percaya diri kita.
  5. Sulit berempati: Sifat judgmental membuat kita sulit memahami dan merasakan apa yang dirasakan orang lain. Dan ini membuat kita sulit berkomunikasi dengan orang lain, dan ini pula yang membuat hubungan sosial jadi terganggu.

Bagaimana Membedakan Judgment dari Sikap Judgmental?

Seringkali, kita bingung apakah kita sedang membuat judgment yang sehat atau malah terjebak dalam sikap judgmental. Berikut beberapa cara untuk membedakannya:

  1. Tujuan: Judgment biasanya bertujuan untuk membuat keputusan yang diperlukan atau memberikan feedback yang konstruktif. Biasanya penilaian ini didasari oleh fakta dan analisa yang mencukupi. Sementara sikap judgmental lebih ke arah mengkritik atau menjatuhkan orang lain. Sikap ini cenderung muncul tanpa pemahaman yang cukup tentang situasi atau orang yang dinilai
  2. Pendekatan: Ketika kita membuat judgment biasanya melibatkan pertimbangan dan refleksi. Seseorang yang membuat judgement cenderung terbuka untuk mendengarkan perspektif lain dan mempertimbangkan berbagai sudut pandang. Sementara orang yang judgemental cenderung terburu-buru dan tidak mau mendengarkan. Sering kali, seseorang yang judgemental sudah memiliki kesimpulan sebelum memahami situasi sepenuhnya. Ini biasanya karena ada rasa tidak sabar, atau ingin melakukan apapun secara cepat.
  3. Fleksibilitas: Ketika kita membuat judgment, kita biasanya terbuka untuk mengubah pendapat jika ada informasi baru. Sebaliknya, orang yang judgmental cenderung kaku dan sulit mengubah penilaian awalnya.
  4. Fokus: Judgment berfokus pada perilaku atau situasi spesifik, sementara sikap judgmental sering menggeneralisasi dan menilai keseluruhan karakter seseorang.
  5. Empati: Judgment yang sehat melibatkan empati dan pemahaman terhadap konteks. Sikap judgmental biasanya kurang mempertimbangkan perspektif orang lain.
  6. Emosi: Judgment biasanya dibuat dengan pikiran yang jernih. Sikap judgmental sering dipengaruhi oleh emosi negatif seperti kemarahan atau iri hati. Seorang yang judgemental mungkin tidak peduli dengan perasaan orang lain.

Ingatlah bahwa membuat judgment adalah hal yang normal dan diperlukan dalam hidup. Yang penting adalah bagaimana kita melakukannya dengan bijak dan tidak jatuh ke dalam sikap judgmental yang merugikan.

Bagaimana Cara Menghindari Sifat Judgmental?

Nah, sekarang pertanyaannya: gimana caranya supaya kita nggak terjebak jadi orang yang judgmental? Ini beberapa tips yang bisa kita coba:

  1. Sadar diri: Langkah pertama adalah menyadari kapan kita mulai bersikap judgmental. Coba perhatikan pikiran kita sendiri. Kalau mulai muncul pikiran negatif tentang orang lain, tanyakan pada diri sendiri: “Apakah aku punya cukup informasi? Dapatkah aku membuat penilaian ini?”
  2. Praktikkan empati: Coba bayangkan diri kita di posisi orang lain. Apa yang mungkin mereka rasakan? Apa yang mungkin jadi alasan di balik tindakan mereka? Sadari
  3. Tunda penilaian: Jangan langsung membuat kesimpulan. Beri waktu untuk mengumpulkan lebih banyak informasi dan memahami situasinya lebih baik.
  4. Fokus pada diri sendiri: Daripada sibuk menilai orang lain, lebih baik fokus memperbaiki diri sendiri. Ingat, kita nggak tahu cerita lengkap di balik kehidupan orang lain. Kita juga harus menyadari, bahwa kita bisa saja melakukan hal yang sama dengan orang yang kita hakimi.
  5. Latih pikiran positif: Cobalah untuk melihat sisi baik dari setiap situasi dan orang. Ini bukan berarti kita harus naif, tapi lebih ke arah membuka pikiran kita.
  6. Belajar dari perbedaan: Anggap perbedaan sebagai kesempatan untuk belajar, bukan ancaman. Setiap orang punya pengalaman dan latar belakang yang unik.
  7. Praktikkan mindfulness: Teknik mindfulness bisa membantu kita lebih sadar akan pikiran dan perasaan kita sendiri. Hal ini membuat kita bisa lebih bijak dalam merespons situasi.

Ini adalah cara agar kita menyadari bahwa kita sedang dalam mode judgmental:

1. Kenali tanda-tanda internal: Seringkali, kita menjadi judgmental tanpa sadar. Beberapa tanda internal yang bisa kita perhatikan:

  • Pikiran yang muncul: “Dia pasti begini karena…”, “Harusnya dia tidak seperti itu”, atau “Aku lebih baik dari dia”.
  • Perasaan: Rasa kesal, marah, atau bahkan merasa lebih superior dari orang lain.
  • Suara hati: Kadang kita bisa mendengar ‘suara’ dalam hati yang mengkritik atau menghakimi orang lain tanpa alasan yang jelas.

2. Perhatikan reaksi fisik: Terkadang, tubuh kita memberikan sinyal bahwa kita sedang bersikap judgmental:

  • Otot-otot yang menegang, terutama di area wajah atau bahu.
  • Napas yang menjadi lebih cepat atau pendek.
  • Ekspresi wajah yang berubah, seperti mengerutkan dahi atau mencibir.

3. Amati pola pikir: Cobalah untuk mengenali pola pikir yang sering muncul saat kita menjadi judgmental:

  • Kecenderungan untuk membuat asumsi cepat tanpa bukti yang cukup.
  • Membandingkan diri sendiri dengan orang lain secara tidak adil.
  • Melihat situasi hanya dari satu sudut pandang (biasanya sudut pandang kita sendiri).

Dengan mengenali tanda-tanda ini, kita bisa lebih cepat menyadari kapan kita mulai bersikap judgmental. Ini adalah langkah pertama yang penting untuk mengubah pola pikir kita menjadi lebih positif dan empatik.

Mulai sekarang, fokus membuat judgment, berhentilah menjadi pribadi yang judgmental.

Jadi, penting banget nih buat kita bisa membedakan antara judgment yang sehat dan sikap judgmental. Judgment itu keterampilan yang kita butuhkan untuk mengambil keputusan dalam hidup. Sementara judgmental itu sikap yang bisa merusak hubungan kita dengan orang lain dan bahkan dengan diri sendiri.

Ingat ya, kita semua pernah terjebak jadi judgmental. Saya ulangi, semua dari kita pernah menjadi orang yang judgmental. Bahkan saat ini pun kita bisa menjadi pribadi yang judgmental, tanpa kita sadari! Yang penting adalah kita sadar dan mau berusaha untuk berubah. Dengan latihan dan kesadaran, kita bisa jadi orang yang lebih bijak, empatik, dan open-minded.

Yuk, mulai dari sekarang, kita coba untuk lebih sadar sama pikiran kita sendiri. Kalau kita mulai merasa judgmental, tarik napas dalam-dalam, dan coba lihat situasinya dari sudut pandang yang berbeda. Siapa tahu, kita bisa belajar sesuatu yang baru dan menarik!

Semoga artikel ini bermanfaat ya! Jangan lupa untuk selalu berpikir positif dan berbaik sangka pada orang lain. Sampai jumpa di artikel selanjutnya!

Tinggalkan komentar

Buat situs web atau blog di WordPress.com

Atas ↑