Produktivitas adalah kata yang sering didengung-dengungkan akhir-akhir ini terutama setelah kenaikan Upah Minimum Provinsi yang cukup membuat pening para pengusaha dalam 5 tahun terakhir. Tuntutan buruh untuk mendapatkan upah “layak” dianggap tidak seiring dengan peningkatan produktivitasnya. Ketika statement tersebut dikembalikan, produktivitas seperti apa yang dianggap belum cukup, ternyata ukuran yang digunakan pun belum disepakati bersama. Buruh berfikir bahwa mereka masuk kerja tanpa absen sudah dianggap produktif. Sementara di benak pengusaha masih terdapat banyak alternatif pengukuran yang masih digunakan secara internal.
Memang kekisruhan ini bisa berawal dari kekurang pahaman orang mengenai konsep produktivitas itu sendiri. Jika kita melihat definisi produktivitas yang membandingkan antara output dibandingkan dengan input, maka konsep produktivitas ini merupakan “anak emas” dari ilmu ekonomi yang memiliki pemahaman upaya mendapatkan hasil sebesar-besarnya (output) dengan menggunakan sumber daya (input) sekecil-kecilnya. Konsep ini semakin digunakan secara massive setelah Taylor melakukan time study untuk menentukan ukuran sekop yang efektif agar dapat digunakan dengan tenaga yang seminim mungkin. Untuk rekan-rekan dari jurusan teknik industri pasti kenal Taylor sebagai “mbahnya teknik industri” dengan konsep management science-nya. Konsep ini masih terus digunakan hingga saat ini dalam membangun organisasi yang berbasiskan produktivitas.
Metode-Metode Pengukuran Produktivitas.
Metode pengukuran produktivitas secara umum terbagi atas 2, yaitu:
- Total Factor Productivity, yaitu pengukuran produktivitas berdasarkan berbagai input yang dimanfaatkan untuk menghasilkan output tertentu. Input yang umum digunakan dalam pengukuran total factor productivity adalah capital (modal) dan manpower (sumberdaya manusia).
- Single Factor Productivity, yaitu pengukuran produktivitas berdasarkan satu input tertentu, apakah capital atau sumberdaya manusia. Contoh ukuran produktivitas capital adalah Return on Asset. Sementara ukuran produktivitas manusia salah satunya adalah total unit produksi per orang.
Selain ukuran yang umum digunakan yaitu output dibagi input, ukuran produktivitas yang juga digunakan adalah metode value added.
Hubungan antara produktivitas dengan efektivitas dan efisiensi
Masih sering terjadi kerancuan antara konsep produktivitas, efektivitas dan efisiensi. Banyak yang masih belum memahami apa perbedaan antara produktivitas, efektivitas, dan efisiensi. Secara substansi, efektivitas adalah bagaimana sebuah sistem atau organisasi mencapai tujuannya, yaitu output tertentu. Sementara efisiensi adalah bagaimana sebuah sistem memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya untuk menghasilkan output tertentu. Jika efektivitas berfokus kepada output, maka efisiensi berfokus pada input. Dengan konsep bahwa produktivitas merupakan perbandingan output dibagi dengan input, maka dapat dikatakan bahwa produktivitas adalah kombinasi antara efektivitas dengan efisiensi.
Jika dinyatakan dengan notasi matematis:
Efektivitas = Output aktual / Output target
Ukuran efektivitas digunakan dalam pengukuran Key Performance Indicator (KPI) achievement. Jika sebuah organisasi memiliki target output 100, sementara pencapaiannya adalah 90, berarti KPI Achievement (atau efektivitas organisasi tersebut) adalah 90%. Ukuran Efektivitas ini secara umum higher is better.
Sementara itu ukuran lainnya adalah
Efisiensi = Input target / input aktual
Ukuran efisiensi biasanya digunakan untuk melihat berapa besar Input yang diunakan dibandingkan dengan standard input yang seharusnya. Semakin rendah input yang aktual digunakan, semakin efisien organisasi atau sistem tersebut. Sebagai contoh, jika input standard untuk menghasilkan 100 unit adalah 10 jam, sementara waktu yang digunakan adalah 9 jam, maka efisensi sistem tersebut adalah 10/9, atau 111%. Artinya sistem tersebut sangat efisien.
Bagaimana dengan produktivitas?
Jika:
Produktivitas = Output aktual / Input aktual
Sementara Input target / Output target = 100%, karena input target tersebut merupakan standard angka input untuk menghasilkan output target.
Sehingga:
Produktivitas = Output aktual / Output target x Input target / input aktual
Atau:
Produktivitas = Efektivitas x Efisiensi
Notasi matematis tersebut juga menjelaskan hubungan antara produktivitas, Efektivitas, dan Efisiensi.
Dengan demikian, upaya untuk meningkatkan produktivitas dapat dilakukan dengan cara meningkatkan efektivitas organisasi dengan cara meningkatkan outputnya, atau meningkatkan efisiensi organisasi dengan cara menurunkan inputnya.
Kesalah-kaprahan konsep produktivitas.
Banyak pihak yang mengaggap bahwa peningkatan produktivitas lebih ditekankan dengan cara meningkatkan efisiensi organisasi. Hal ini wajar, khususnya di saat krisis yang outputnya justru tertahan oleh kondisi makro ekonomi. Untuk meluruskan kesalah-pahaman tersebut, perlu saya luruskan beberapa konsep produktivitas sebagai berikut:
-
Peningkatan produktivitas yang membabi buta (yaitu dengan cara cost effisiensi yang tabrak sana tabrak sini) mungkin efektif secara jangka pendek, namun berbahaya secara jangka panjang. Seperti konsep balanced scorecard, pada perspektif finansial, bahwa organisasi harus bisa menjaga trade off, atau tension antara produktivitas yang berfokus pada jangka pendek dengan growth yang berorientasi pada jangka panjang. Untuk itu manajemen harus terus menjaga balance tersebut, agar upaya peningkatan produktivitas tidak hanya berdampak secara jangka pendek, namum membahayakan jangka panjang organisasi.
-
Peningkatan prduktivitas bukan berarti pengurangan karyawan. Masih banyak mindset orang bahwa program peningkatan produktivitas adalah pengurangan karyawan. Seharusnya yang benar adalah peningkatan produktivitas berarti perbaikan bisnis proses sehingga meningkatkan output atau mengurangi input yang digunakan. Dengan demikian, peningkatan produktivitas seharusnya berarti peningkatan kompetensi karyawan. Sehingga, peningkatan produktivitas (seharusnya) tidak ada hubungannya dengan jumlah karyawan. Walaupun pengukuran produktivitas manpower menggunakan jumlah karyawan sebagai input, mindset ini harus terus dijaga, agar jangan sampai hal yang pertama terpikir ketika melakukan peningkatan produktivitas adalah mengurangi karyawan.
-
Peningkatan produktivitas yang membabi buta tanpa melihat kondisi karyawan dapat merusak budaya dan mengurangi tingkat engagement karyawan. Ada perusahaan yang berupaya mengingkatkan “produktivitasnya” dengan cara cost efficiency yang keterlaluan, yaitu mengurangi suhu ruangan kantor. Efeknya? Cost yang digunakan turun tidak signifikan, namun ketidakpuasan karyawan meningkatn drastis. Selain itu, ada juga organisasi yang meningkatkan produktivitasnya dengan cara memperbaiki proses bisnisnya (kalo ini udah ok sepertinya), namun tidak mempertimbangkan budaya organisasi tersebut. Efeknya? Produktivitas meningkat drastis, namun budaya perusahan tersebut rusak, silo-silo meningkat, sehingga engagement karyawannya justru turun drastis.