Pernyataan tersebut terngiang kembali akibat pengalaman saya pagi ini. “Never under estimate” adalah motto sahabat saya yang kebetulan peraih medali emas olympiade fisika tahun 1997. Prinsip suksesnya adalah, jangan pernah menganggap remeh apapun yang dihadapi. Inilah yang membuatnya selalu excellent dalam menghasilkan karya.
Pagi ini saya bersyukur karena pilkada DKI berlangsung dua putaran, sehingga saya hari ini diliburkan. Memanfaatkan kesempatan ini, jam 6 kurang saya keluar bersepeda pagi. Di tengan jalam, dari kejauhan terlihat juga seseorang tengah bersepeda. Saya pun mempercepat kayuhan unuk memdekatnya. Ketika sudah dekat, sang sparing partner berada di posisi jalur cepat, dan saya di jalur lambat. Sekilas saya lihat sepedanya: polygon dengan frame yang saya perkirakan masuh berbahan hi-ten yang berat. Bukan tandingannya pooygon heist yang saya tunggangi.
Memanfaatkan turunan, saya mempercepat kayuhan, sehimgga cyclometer menunjukkan angka 30 km/jam. Saya pun berada di depan. Tak lama, tanjakan pun mengampiri. Tak dinyana, sang polyon kumo pun dengam sedikit angkuh mendahuluiku. Saya jengah melihatnya. Berusaha mempercepat kayuhan serta mengganti gigi tidak memperkecil jarak di antara kami. Sekilas saya lihat betis sang sparing partner. Otot betisnya saya taksir memiliki kualifikasi tukang becak, atau ojek sepeda, jika tidak seorang atlit sepeda. Saya pun berusaha memperkecil jarak.
Di satu titik dia melambat. Saya dengar ada suara2 seperti ring tone dari sepedanya, tapi bukan suara HP, karena dia terlihat cuek dengan suara itu. Setelah mendekat, di turunan dia malah melambat, agak mengganggu ritme keepatan yang selalu saya jaga di angka 20km/jam. Saya pun menyalipnya, dengan menyapa “duluan pak”. Saya agak kaget melihat wajahnya yang saya prediksi berusia lebih dari 50 tahun. Agak malu saya pun meninggalkan beliau di turunan, dan siap menyambut tanjakan panjang di depan mata. Suara ringtone pun semakin senyap.
Tanjakan panjang oun mengampiri. Kecepatan 27km/jam pun terus berkrang. Seiring perjuangan saya menaklukkan tanjakan stersebut, saya mendengar kembali suara ring tone mendekat, dan semakin jelas erdengar. Saya pun berusaha mempercepat kayuhan, namum suara ersebut semakin jelas. Saya pun agak minggir, tapi terdengar suar “ayo dik! Terus”. Malu mendengarnya, saya pun mohon ijin untuk berbelok ke kanan, kebetulan memang arah ke rumah saya.
Di luar rencana, saya akhirnya pulang dengan hanya menempuh jarak kurang dari 12 km, namum dengan nafas yang hampir habis. Akhirnya di perjalanan pulang, pernyataan Rizal sahabat saya ternginang lagi “NEVER UNDER ESTIMATE”.
Tinggalkan Balasan