Belajar mengendalikan nafsu. Itulah tujuan berpuasa bagi sebagian orang di bulan suci Ramadhan, yang sesungguhnya adalah untuk menjadi manusia yang bertakwa. Setan terbelenggu di bulan suci ini. Semua yang disebutkan di atas pasti benar adanya.
Namun begitu melihat apa yang sesungguhnya dilakukan orang di bulan ini, terutama menjelang lebaran justru jauh panggang dari api.
Pertama, mari kita lihat di saat berbuka puasa, terutama di tempat2 makan. Order makanan berlebihan adalah lumrah (been there, done that). Akibat makanan yang dipesan belebihan, mereka makan pun berlebihan. Balas dendam istilahnya. Akibat balas dendam, perut pun kekenyangan. Sering kali yang diorder melebihi kapasitas lambungnya. Efeknya akan ada makanan yang terbuang. Sering kali pula, ketika buka puasa bersama, orang “lupa” dengan sholat magrib. Ngobrol ngalor ngidul sambil berusaha “bertanggung jawab” menghabiskan makanan yang dipesannya. Nafsu yang dikekang sepanjang pagi hingga sore langsung terlepas bebas di saat berbuka. Lupakah mereka dengan tujuan puasa?
Kedua, pemandangan lucu juga terjadi menjelang lebaran. Mall-mall dan pusat perbelanjaan ramai dikunjungi oleh orang yang sedang memuaskan nafsu belanjanya. Katanya sih untuk lebaranan. Semua dibeli: baju, makanan, hingga audio-video system berharga jutaan rupiah untuk di mobil, untuk menemani saat mudik nanti. Meskipun di siang hari mereka merantai nafsu makannya, rupanya nafsu berbelanja masih diumbar bebas. Lupakah mereka dengan esensi puasa?
Sudah menjadi hal yang mahfum bahwa inflasi tertinggi terjadi di bulan puasa. Harga barang2 meningkat pesat (walaupun katanya diskon). Dalam sales planning pun selalu di proyeksikan terjadi puncak penjualan di saat menjelang lebaran (untuk kebanyakan kategori produk tentunya). Seperti kata ilmu ekonomi, supply meets demand. Harga naik karena demand meningkat dan supply terbatas. Kenapa demand meningkat? Itu dia! Padahal esensi puasa kan seharusnya orang bisa menahan diri mengendalikan hawa nafsunya kan? Kebanyakan orang menganggap bahwa yang didefinisikan sebagai nafsu itu adalah nafsu makan, bafsu amarah, dan nafsu2 lainnya yang sering dilontarkan para penceramah di kala tarawih (untuk nafsu amarah sepertinya sudah bablas juga akhir2 ini). Sementara, setelah berpuasa nafsu itu diumbar (yang balas dendam itu tadi). Jika secara logis demand seharusnya menurun di bulan puasa ini karna kita hanya makan 2x sehari, tapi karena sang nafsu balas dendam, maka ini dikompensasi dengan belanja yang berlebihan.
Efek puasa pun akhirnya tidak terlihat setelah bulan Ramadhan berakhir. Nafsu pun memenangi peperangan, karena mereka hanya terlihat kalah di siang hari, namun mereka mampu menguasai diri kita di malam hari. Sering kali nafsu itu juga berubah bentuk menjadi nafsu belanja di siang hari. Kalau ke mall orang sering “lapar mata”, maka nafsu diberi “makan” dengan berbelanja. Dan akhirnya di Idul Fitri, di mana umat muslim merayakan “kemenangannya”, sesungguhnya yang menang adalah hawa nafsunya. Karena mereka masih bisa menguasai umat islam, baik di siang, malam, bahkan setelah bulan Ramadhan.
Posted with WordPress for BlackBerry.
sebuah ironi jika pd hari idul fitri sejatinya kita merayakan kemenangan hawa nafsu.
SukaSuka