Kurang lebih tiga minggu yang lalu saya mempertahankan thesis saya dalam sidang yang cukup bersejarah. Saya adalah orang pertama yang sidang di angkatan saya. Penyidangnya adalah orang-orang “maut”, yaitu Bpk Daniel Rembeth (CEO the Jakarta Post, lulusan Haas Business School) sebagai pembimbing, Bpk Albert Wijaya (Akademisi, lulusan Princeton kalo nggak salah), dan Bpk Alberto Daniel (Dosen + praktisi, lulusan Wharton). Pengumuman bahwa saya akan diuji mereka sudah cukup merogoh jantung dan membuat aliran darah di pembuluh darah makin terasa mengalir. Apalagi Bpk Alberto Daniel terkenal sebagai orang yang outspoken, ngomong apa adanya, sering bilang “kelas ini otaknya beku ya?”. Pokoknya stres berat lah! Temen-temen bilang: kamu harusnya bangga, bakalan diuji sama mereka, soalnya mereka lulusan Ivey leage, kumpulan universitas terkemuka di Amerika. Yeah… ok… so what? Sidang berjalan bagaikan genocide. Belum pernah seumur hidup saya, saya nge-blank di depan. Pak Alberto Daniel dan Pak Albert Wijaya bergantian berkomentar, entah bertanya atau membuat pernyataan. Ketika disuruh memberi jawaban (atau kometar?), I was speachless! Satu-satunya yang keluar dari mulut saya: “wah, terus terang pak, ini pertanyaan yang berat buat saya”. Soalnya waktu itu saya nggak tau, itu pertanyaan atau pernyataan. So, don’t know what to say at all! Sidang berlangsung lebih dari satu jam, dengan kekalahan telak di sisi saya. Minggu lalu, saya tahu ternyata nilai saya hanya A-. Teman-teman saya satu perjuangan juga mendapatkan nilai yang sama. Padahal, sidang di hari berikutnya, berlangsung aman, damai, sentosa, gemah, ripah, repeh, rapih, loh jinawi…blah…blah… pokoknya enak banget. Yang ditanya: kok kata pengatarnya…blah…blah…. And those people got an A! Sejenak saya berpikir: it’s unfair! Rekan saya langsung menghadap pembimbing, dan mempertanyakan nilai kami tersebut.Ternyata nilai tersebut belum mempertimbangkan revisi yang kami buat. Saat itu saya berpikir. Ok saya kecewa dengan nilai tersebut. Saya sudah berupaya keras yang terbaik. Tapi akhirnya Tuhan-lah yang menentukan semuanya. Sering kita tidak mendapatkan apa yang kita tidak inginkan. Pelajaran besar yang saya dapatkan di sini adalah pelajaran untuk ikhlas dengan segala outcome yang kita peroleh dari usaha kita. Dan ilmu ikhlas adalah ilmu yang terus menerus kita harus pelajari dengan menghadapi hidup ini. Hari ini saya tahu ternyata akhirnya nilai kami A. Itu adalah nilai final setelah kita menyerahkan revisi. Saya sudah tidak mempermasalahkan lagi nilai apa yang akan keluar, karena di kehidupan nyata kita tidak akan dipermalukan akibat nilai thesis kita tidak A. Kita juga tidak akan dipecat akibat nilai thesis kita tidak A. Nilai tersebut adalah ego dan keinginan kita untuk membuktikan diri bahwa kita ada. Namun, setelah pembelajaran tentang ikhlas yang saya peroleh dengan berkuliah di MMUI selama 16 bulan, akhirnya saya menyadari, I don’t have anything to proof. I have myself, and it’s enough.
Tinggalkan Balasan