Di jaman VUCA ini, kemampuan leadership menjadi semakin krusial. Belajar dari tulisan dari Paul J. H. Schoemaker, Steve Krupp, and Samantha Howland di Harvard Business Review yang berjudul Strategic Leadership: The Essential Skills, ada enam skill yang harus dibangun untuk menjadi seorang pemimpin yang stratejik: anticipate, challenge, interpret, decide, align, dan learn. Berdasarkan tulisan tersebut, ayok kita bangun skill untuk menjadi pemimpin yang stratejik.
Anticipate
Seorang pemimpin yang stratejik harus siap mengantisipasi hal yang tidak pasti yang mungkin akan dihadapi oleh organisasi. Untuk itu pemimpin harus tetap waspada dengan apa yang terjadi di sekitar, tetap mindful dan waspada.
Cara untuk melatih antisipasi:
- Sering-sering bertemu dengan customer, supplier dan partner lainnya, untuk mendapatkan insight apa tantangan yang mereka hadapi. Mereka bisa menjadi “mata” kita jika ada tanda-tanda perubahan yang mungkin dapat mempengaruhi organisasi kita.
- Lakukan market research serta lakuakan business simulation & scenario planning untuk bisa “menebak”, apa kira-kira reaksi kompetitor apabila kita melakukan langkah strategis tertentu.
- Membuat scenario planning untuk membayangkan skenario apa saja yang mungkin terjadi di masa mendatang
- Perhatikan kompetitor yang gerakannya sangat cepat, pahami apa yang membuat organisasi kita kesulitan menghadapinya.
- Tulis nama customer yang sudah tidak bersama kita lagi akhir-akhir ini, cari tahu mengapa mereka meninggalkan kita.
- Hadiri konferensi atau event industry lain (di luar industri organisasi kita) untuk melihat dan mendapatkan insight trend yang mungkin mempengaruhi industri kita.
Challenge
Seorang pemimpin yang stratejik selalu mempertanyakan kondisi saat ini (status quo). Mereka tidak pernah puas akan kondisi saat ini. Mereka selalu mempertanyakan asumsi yang digunakan, termasuk asumsi yang mereka miliki. Dengan ini, mereka memiliki kesabaran, keberanian, serta pikiran yang terbuka agar dapat men-challenge asumsi tersebut.
Untuk membangun skill ini kita dapat:
- Fokus pada akar masalah ketimbang gejala yang terjadi. Ini bisa dilakukan dengan memberikan 5 why jika menemukan suatu masalah.
- Tuliskan asumsi-asumsi yang selama ini digunakan di dalam bisnis kita, kemudian ajak tim kita untuk mulai mengkritisi apakah asumsi tersebut masih tepat atau tidak.
- Berikan kesempatan untuk berdebat/berkonflik secara sehat, yaitu semua orang memiliki kesempatan untuk mengemukakan pemikiran yang berbeda dengan aman. Di sini perlu diciptakan zona aman secara psikologis.
- Coba putar / rotasi tim agar mereka bisa memberikan perspektif yang berbeda akan suatu issue.
- Masukkan orang yang kritis, atau mungkin seorang “naysayer” yang mungkin bisa mengangkat issue sejak dini.
- Dapatkan masukan dari orang-orang yang tidak secara langsung terdampak dari sebuah rencana inisiatif, untuk mendapatkan perspektif yang berbeda.
Interpret
Seorang pemimpin yang stratejik dapat mengambil kesimpulan dan insight dari permasalahan yang kompleks atau bahkan dari informasi yang saling bertentangan. Mereka dapat melihat pola, memahami ambiguitas, bahkan mendapatkan insight darinya.
Untuk menjadi pemimpin yang mampu mengintretasi informasi, kita dapat:
- Jika menganalisa data yang ambigu, tuliskan minimal 3 penjelasan yang logis tentang apa yang sedang dihadapi, kemudian ajak orang lain untuk melihat perspektif yang berbeda.
- Ketika melihat sebuah permasalahan, biasakan untuk melakukan zoom in untuk melihat detail, kemudian lakukan zoom out untuk mendapatkan big picturenya
- Coba cari informasi yang hilang atau bukti lain yang menyangkal hipotesis kita
- Lengkapi pengamatan dengan data dan analisa kuantitatif.
- Lakukan hal yang tidak biasa, supaya melatih kita agar memiliki pemikiran yang terbuka (open mind)
Decide
Salah satu fungsi pemimpin adalah -sudah jelas- memutuskan sesuatu. Nah, dengan situasi yang penuh ketidakpastian, seorang pemimpin justru semakin dituntut untuk dapat memutuskan segala sesuatu secara efektif. Dengan informasi yang terbatas, seorang pemimpin yang stratejik harus segera mengambil keputusan sulit dengan segera. Meskipun demikian, seorang pemimpin yang stratejik tidak terburu-buru dalam mengambil keputusan. Mereka bisa menyeimbangkan antara kecepatan dengan ketepatan dalam mengambil keputusan, bisa mempertimbangkan segala kemungkinan dan trade-offs.
Untuk melatih kemampuan dalam mengambil keputusan, kita dapat:
- Me-reframe sebuah pilihan yang terlihat binary dengan menanyakan kembali, apa opsi lain yang mungkin bisa diambil.
- Bagi permasalahan ke dalam elemen yang lebih kecil, kemudian coba pahami elemen tersebut dengan melihat konsekuensi yang mungkin terjadi atas setiap elemen tersebut.
- Biarkan tim kita mengetahui prose pengambilan keputusan kita. Apakah saat ini kita sedang menggali opsi solusi, atau kita sudah mulai mengerucut ke dalam keputusan.
- Tentukan pihak-pihak yang perlu dilibatkan secara langsung dan siapa saja yang dapat mempengaruhi keberhasilan keputusan tersebut.
- Pertimbangkan untuk melakukan implementasi pilot yang kecil alih-alih melakukan implementasi besar yang mempertaruhkan banyak hal.
Align
Seperti pesan seorang CEO kepada saya kurang lebih sepuluh tahun yang lalu, bahwa seorang pemimpin harus memiliki “negotiation skill kepada tim”. Maksudnya adalah, bagaimana mendapatkan buy in dari tim kita, khususnya apabila mereka memiliki pendapat yang berbeda dengan kita. Untuk itu kita harus sering berkomunikasi dan memahami cara pandang tim kita, sekaligus juga supaya mereka dapat memahami pandangan kita. Dengan demikian, mereka tidak hanya melakukan apa yang kita minta dengan terpaksa, tapi mereka akan menjalaninya sepenuh hati.
Untuk mengasah kemampuan kita meng-align-kan kita dengan tim kita, kita dapat:
- Seringlah berinteraksi dan berinteraksi dengan tim kita. Pastikan mereka terupdate dengan apa yang akan kita putuskan karena mereka yang akan menjalankannya.
- Petakan semua stakeholder yang mungkin terimbas dari keputusan kita. Identifikasikan hal-hal yang mungkin berbeda kepentingan, cari apakah ada hidden agenda.
- Lakukan komunikasi yang terstruktur dan jika perlu terfasilitasi untuk membuka area yang mungkin menimbulkan salah paham atau bahkan pertentangan.
- Segera temui orang-orang yang menentang inisiatif perubahan, pahami concern mereka, dan upayakan agar hal ini dapat terpecahkan.
- Terus waspadai sikap para stakeholder pada saat implementasi inisiatif kita
- Berikan penghargaan bagi mereka yang berkontribusi positif terhadap inisiatif kita.
Learn
Pemimpin yang stratejik belajar dari kesalahan. Jika ada kesalahan, bukan mencari siapa yang salah, tapi ambil waktu untuk mencari apa lesson learned yang bisa diambil, kemudian move forward.
Untuk menjadi pemimpin yang pembelajar, kita dapat:
- Lakukan after-event review, lakukan dokumentasi setiap event/inisiatif untuk mendapatkan pembelajaran. Pastikan pembelajaran tersebut dapat dijadikan acuan bagi tim kita.
- Berikan penghargaan orang yang sudah berusaha maksimal, walaupun gagal tapi dapat memberikan pembelajaran penting.
- Identifikasi inisiatif apa saja yang tidak menghasilkan sesuai dengan harapan, cari akar masalah yang bisa menjadi pembelajaran di masa mendatang.
- Ciptakan budaya yang menghargai pikiran kritis serta memastikan bahwa setiap kegagalan dipandang sebagai peluang untuk belajar.
Tulisan ini bersumber dari tulisan Paul J. H. Schoemaker, Steve Krupp, and Samantha Howland dalam HBR Guide to Thinking Strategically (HBR Guide Series) (p. 20). Harvard Business Review Press. Kindle Edition.

Tinggalkan Balasan