Ramadhan tahun ini sudah berada di ujung waktunya. Ada perasaan sedih bercampur gembira menyambutnya. Sedih, karena kesempatan untuk memanen pahala sebanyak-banyaknya akan hilang dalam hitungan jam, entah tahun depan saya mendapatkan kesempatan yang sama atau tidak. Senang karena besok kita akan berlebaran, merayakan kita yang sudah Kembali fitri. Tapi apakah yakin sudah bersih dan kembali ke fitrah kita sebagai manusia?
Bulan Ramadhan adalah ajang latihan bagi manusia, khususnya orang beriman untuk menjadi orang bertakwa. Kewajiban berpuasa ini sudah diberikan kepada orang terdahulu. Kalau dilihat, jaman dahulu orang yang ingin mengasah kesaktiannya pasti akan berpuasa. Demikian pula kaum muslim yang ingin bertakwa, diwajibkan untuk berpuasa di bulan Ramadhan. Nah, pertanyaannya, kenapa kita ingin bertakwa?
Pertanyaan ini membawa ingatan saya pada diskusi saya dengan seorang sahabat di Jumat sore lalu. Saya ditanya, untuk menjadi seorang yang berfikir stratejik, apa sudah saya lakukan selama ini? Saya langsung bercerita bahwa saya memang sejak dahulu suka dengan hal yang berbau strategi. Game saya pasti yang berstrategi seperti Age of Empire, Civilization, dkk. Walaupun saya sadar penuh bahwa sesungguhnya saya tidak terlalu berbakat dalam berstrategi, makanya kalo main catur, saya biasanya kalah. Tapi Kembali lagi, karena saya suka dengan hal yang berbau strategi, maka saya membaca buku-buku yang berbau strategi. Sehingga saya berbicara dan terlihat stratejik di mata orang lain.
Hal penting dalam berfikir stratejik adalah memiliki visi yang dapat memotivasi kita untuk bertindak. Saya bercerita kepada sahabat say aitu, bahwa saya dulu memiliki visi atas apa yang akan saya lakukan, jauh melebihi sekedar tugas yang diberikan oleh atasan. Dengan demikian, kita akan terus bersemangat untuk melakukan tugas tersebut, terlepas tugas tersebut dipandang remeh oleh orang lain. Seperti halnya tukang bangunan yang sedang memasang bata, kalau hanya memandang tugasnya hanya memasang bata, ya sudah segitu saja motivasinya. Pasti berbeda dengan tukang bangunan yang memandang tugasnya adalah membangun rumah yang megah. Motivasi tukang yang kedua pasti lebih besar, sehingga bekerja dengan penuh semangat. Dengan adanya rasa percaya akan terjadinya visi kita, maka kita akan tenang dalam bekerja, focus denga napa yang kita lakukan ini pasti akan membangun sesuatu yang kita visikan.
Dan untuk menjadi orang yang memiliki pemikiran stratejik, perlu bekerja keras, siap menerima tugas apapun (Bahasa saya: jangan nolak rejeki, karena tugas adalah rejeki buat kita untuk bertumbuh). Karena semua itu adalah tempaan bagi kita untuk bertumbuh. Sama dengan puasa yang kita hadapi sebulan ini. Tempaan ini akan membentuk kita menjadi orang yang sabar, ikhlas, dan melakukan semuanya untuk Tuhan YME.
Dan agar kita termotivasi untuk melakukan ibadah, kita harus memiliki visi tentang apa yang akan terjadi nanti setelah kita mati. Salah satu buku terbaik yang ditulis oleh Clayton Christensen, yaitu How you Measure Yourlife, beliau menuliskan bahwa kesuksesan sejati adalah Ketika kita nanti setelah mati dan mengahadap Tuhan, apa yang akan kita ceritakan kepada Tuhan tentang apa yang kita lakukan dari semua yang Dia berikan sebagai “modal” hidup kita. Apakah banyak manfaat yang kita berikan kepada orang sekitar? Atau hanya kerusakan yang kita tinggalkan. Nah, nasihat dari Clayton Christensen sang mbah-nya inovasi ini menampar diri saya untuk terus memiliki visi tentang apa yang akan saya pertanggungjawabkan kepada-Nya di akhirat nanti. Inilah alasan kenapa saya ingin menjadi orang yang bertakwa. Dengan demikian kita akan ridha untuk merasakan gemblengan di bulan Ramadhan ini agar di 11 bulan berikutnya kita bisa terus menjadi orang yang bertakwa. Agar jadi orang yang sukses, kita harus siap dengan gemblengan dan tempaan.
Sahabat saya pun meresponse cerita saya dengan analogi yang sangat indah. Batu kali itu bisa indah ketika mau ditempa oleh seorang pengukir. Jika batu kali itu menolak untuk ditempa menjadi ukiran yang indah, maka dia akan tetap menjadi batu kali yang biasa saja. Saya pun menambahkan, batu kali pun bisa menjadi bermanfaat dengan ditanam menjadi pondasi di dalam tanah agar gedung dapat tegak berdiri. Itu jika batu kali tidak mau ditempa dengan keras, tapi tetap ingin berkontribusi. Atau jika menolak juga, batu kali itu hanya tinggal batu kali biasa yang bisa jadi terombang-ambing atau bahkan terkikis habis oleh air sungai.
Nah kamu ingin jadi apa? Batu ukiran indah yang siap ditempa keras? Atau jadi fondasi yang tidak terlihat tapi tetap berkontribusi? Atau hanya batu kali biasa saja yang akan hanyut atau terkikis air sungai?

Tinggalkan Balasan